LAPORAN KUNJUNGAN INDUSTRI
UPBS ( Ultra Peternakan Bandung
Selatan )
Kesehatan Hewan
Disusun
oleh :
Yanuar
Ramadhan
AGRIBISNIS
SAPI PERAH Batch II
PT.
ULTRA JAYA MILK TRADING COMPANY, Tbk. JOINT PROGAM PPPPTK PERTANIAN CIANJUR DAN
POLITEKNIK NEGERI JEMBER
2014/2015
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas taufik dan hidayah-Nya, kami
bisa menyusun laporan kunjungan ini. Sebagai tanda bukti bahwa kami telah
mengunjungi obyek penelitian.
Ucapan
terimakasih tentulah tak lupa kami ucapkan kepada pihak –pihak yang telah
membantu kami dalam menyelesaikan laporan ini.
Ucapan
terimakasih khususnya kami sampaikan kepada:
1. Bapak
Satya Gunawan selaku dosen pembimbing mata kuliah dasar-dasar ternak.
2. Orangtua
yang selalu memberi dukungan material maupun spiritual.
3. Rekan-rekan
seperjuangan selaku pemberi motivasi dan semangat.
Kami
menyadari bahwa laporan yang kami buat ini jauh dari kata sempurna, untuk itu
kami mohon kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan di masa yang akan
datang.
Semoga
laporan yang kami buat ini dapat bermanfaat untuk diri kami khususnya dan pembaca
pada umumnya.
Penulis
DAFTAR
ISI
HALAMAN JUDUL
KATA
PENGANTAR ............................................................................................. 2
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang............................................................................................... 4
B. Tujuan............................................................................................................ 5
C. Manfaat.......................................................................................................... 5
BAB II. HASIL
PENGAMATAN
A. Tempat
dan waktu kunjungan........................................................................ 6
B. Hasil
Kunjungan
1.
Populasi ternak......................................................................................... 6
2. Management kesehatan............................................................................ 6
BAB III. PENUTUP
A. Kesimpulan
................................................................................................... 14
B. Saran.............................................................................................................. 14
DAFTAR
PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Untuk memperoleh hasil susu sapi
perah yang optimal , diperlukan upaya penanganan kesehatan sapi perah melalui
pencegahan dan pengendalian penyakit secara tepat.
Dalam usaha sapi perah, kesehatan hewan merupakan
salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam pemeliharaannya. Sapi yang
kondisinya lemah akan mudah sekali terserang oleh infeksi penyakit baik yang
menular maupun yang tidak menular. Usaha sapi perah harus terletak di daerah
yang tidak pernah terjangkit atau daerah endemis penyakit hewan menular atau
tidak ditemukan gejala klinis maupun bukti adanya penyakit lain seperti, antara
lain : penyakit Antraks (radang limpa), penyakit mulut dan kuku (Foot and Mouth
Disease), penyakit ngorok/mendekur (septichaemia epizootica/ SE), dan
Brucellosis (kluron menular).
Untuk memperoleh hasil yang optimal dalam usaha sapi perah diperlukan
perhatian khusus mengenai gejala/tanda-tanda suatu penyakit, penyebab,
pencegahan, dan pengendaliannya . Pada umumnya penyakit ternak/hewan dapat
disebabkan oleh mikroba (bakteri, virus dan protozoa), parasit (eksternal
maupun internal), jamur atau karena gangguan/kelainan metabolisme (termasuk di
dalamnya karena defisiensi nutrisi ataupun kena racun) dan gangguan reproduksi.
Adapun penyakit yang sering menyerang sapi perah,
antara lain : penyakit antraks, penyakit mulut dan kuku (PMK) atau Apthae
epizootica/AE, penyakit ngorok, penyakit radang kuku atau kuku busuk (foot
rot), penyakit brucellosis dengan tanda-tanda, penyebab dan pengendaliannya
Dalam pemeliharaan ternak,salah satu faktor
penghambat yang sering dihadapi adalah penyakit. Bahkan tidak jarang peternak
mengalami kerugian dan tidak lagi berternak akibat adanya kematian pada ternaknya.upaya
pengendalian penyakit pada hakekatnya bertujuan untuk meningkatkan pendapatan
melalui cara pemeliharaan yang baik sehingga peternak memperoleh pendapatan
secara maksimal.
Penyakit
adalah keadaan tidak normal pada badan atau minda yang menyebabkan
ketidakselesaan, disfungsi, atau tekanan/stres kepada ternak/orang yang
terbabit atau berhubung rapat dengannya. Mekanisme terjadinya penyakit
melibatkan berbagai faktor antara
lain: penyebab penyakit (agen), induk semang (hospes), dan
lingkungan yang dikenal dengan penyebab majemuk suatu penyakit
(multiple causation of disease) sebagai lawan dari penyebab
tunggal (single causation of disease).
lain: penyebab penyakit (agen), induk semang (hospes), dan
lingkungan yang dikenal dengan penyebab majemuk suatu penyakit
(multiple causation of disease) sebagai lawan dari penyebab
tunggal (single causation of disease).
B.
Tujuan
Setiap
kegiatan pasti memiliki makna dan tujuan. Secara umum, tujuan kunjungan industri ini
adalah untuk lebih meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam pengelolaan
dan pemeliharaan sapi perah komersial dan memberikan tempat berlatih, menambah
keterampilan, wawasan dan pengalaman mengenai bidang peternakan, khususnya
ternak perah serta mempelajari persoalan-persoalan yang ada dan bagaimana
mengatasinya, mengenalkan budaya kerja industri/usaha, untuk memperoleh
informasi dan pengetahuan baru yang tidak didapatkan melalui perkuliahan serta
mendekatkan diri dengan lapangan pekerjaan. Secara khusus, tujuan kunjungan industri ini untuk
mengamati manajemen kesehatan
ternak di UPBS
( Ultra Peternakan Bandung Selatan ) di pangalengan.
C.
Manfaat
Hasil kunjungan
industri membuka pemikiran dan memperluas wawasan penulis saat
mengamati dan menemukan permasalahan yang ada dalam peternakan sapi perah
khususnya pada manajemen kesehatan
ternak. Penulis dapat membandingkan teori yang diperoleh selama
perkuliahan dengan pelaksaannya di lapangan. Penulis memiliki kesempatan
memberikan alternatif jalan keluar terhadap permasalahan tersebut berdasarkan
pengetahuan yang telah diperoleh selama perkuliahan dan pustaka yang ada.
Selain itu, hasil kunjungan
industri dapat digunakan sebagai bahan informasi dan membuka
wawasan peternak dan masyarakat dalam peningkatan manajemen pemeliharaan kesehatan sapi perah
serta sebagai bahan pertimbangan dan evaluasi bagi perusahaan tempat penulis
melaksanakan kunjungan.
BAB
II
Hasil Pengamatan
A. Tempat
dan waktu kunjungan
Praktek
kerja lapangan ini dilaksanakan pada
hari Selasa, 28 Oktober 2014. Lokasi yang dipilih sebagai tempat pelaksanaan kunjungan adalah anak perusahaan
peternakan sapi perah PT. Ultra
Jaya yaitu UPBS ( Ultra Peternakan Bandung Selatan ) di pangalengan.
B.
Hasil Kunjungan
Sesuai dengan
hasil pengamatan kami di Ultra Peternakan Bandung Selatan ( UPBS ) dapat kami laporkan hal berikut:
1. Populasi
Ternak
Pada Ultra Peternakan Bandung Selatan (
UPBS ) terdapat 3000 ekor sapi termasuk
pedet dengan betina produktif 1400 ekor
sapi dan 18 ekor
pejantan.
2.
Management Kesehatan.
Penyakit yang biasa menyerang pada
sapi antara lain :
a. Diare
(Mencret)
Penyakit
yang sering ditemui pada pedet adalah diare. Diare pedet masih cukup menakutkan
karena seringkali berakibat kematian. Menurut Kurniawan (2009), jika pedet
kehilangan lebih dari 15% cairan tubuhnya, dia akan mengalami stress yang luar
biasa dan mengakibatkan kematian. Dari sekian banyak sebab diare pada pedet,
penanganan saat lahir, tidak adanya desinfeksi pusar dan sanitasi kandang pedet
yang buruk adalah penyebab utamanya.
Ada beberapa
langkah untuk mengatasi diare pada pedet yaitu dengan langkah-langkah antara
lain :
1. memperbaiki
cairan tubuh pedet dengan memberikan cairan elektrolit/oralit dan susu secara
bergantian dan juga mengurangi konsumsi susu karena susu bisa menstimulasi
bakteri ikutan.
2. Memberikan
antibiotik karena 80% diare disebabkan karena infeksi bakteri, kemudian
menambahkan Vitamin C sebagai antistress. Jika pedet tidak mau makan, maka
harus ditambah multivitamin dan antipiretik jika suhu badannya lebih dari 39,5
celsius.
3. Memperbaiki
kondisi kandang menjadi bersih dan kering karena kandang yang sanitasinya buruk
berpeluang memperparah infeksi.
4. Segera
pisahkan pedet yang terjangkit diare dengan pedet yang lain untuk mencegah
penularan.
5. Mengamati
setiap saat kondisinya untuk memastikan pedet tetap aktif.
b. Cacingan
Menurut Tuimin (2009), menyatakan bahwa Toxocara vitulorum,
merupakan cacing askarid. Stadium dewasanya banyak dijumpai pada anak sapi
(pedet). Akibat dari penyakit cacingan (toxocariasis) sangat menekan
produktivitas ternak, berarti menjadi beban ekonomi bagi peternak secara
berkepanjangan jika tidak dilakukan pengendalian.
Walaupun demikian penyakit parasit
cacing khususnya cacing saluran pencernaan yang sering dijumpai pada pedet
adalah gangguan parasit usus. Salah satu jenis parasit usus yang sering
dilaporkan menyerang pedet muda adalah toxocariasis. Parasit cacing ini
menimbulkan kerugian yang cukup besar, bahkan dapat mengakibatkan kematian pada
pedet. Toxocariasis merupakan penyakit yang banyak ditemukan di negara tropis
dengan kelembaban tinggi.
Upaya pengendaliannya menurut mereka
sampai saat ini belum jelas, hal ini disebabkan belum adanya informasi tentang
keadaan toxocariasis pada pedet. Tersedianya obat cacing, umumnya hanya
berkhasiat terhadap stadium dewasa, kurang berkhasiat untuk stadium larva dan
telur.
c. Radang
paru-paru
Radang
paru-paru adalah infeksi paru-paru dan telah menyebabkan banyak kematian.
Cacing paru-paru merupakan penyebab dengan menginfeksi paru-paru. Pedet yang
dapat bertahan radang paru-paru, memerlukan waktu lama untuk sembuh. Biasanya
akan terjadi gangguan pertumbuhan dan produktifitas yang rendah saat telah
mulai berproduksi (Thau, 2004).
Penyakit radang paru-paru bisa
menyebabkan kematian pada anak sapi umur 3-8 minggu. Manajemen pemeliharaan
ternak yang tidak baikseperti penempatan hewan selamanya dalam kandang saja,
tempat yang lembab dan berdebu, ventilasi udara yang tidak baik, berbagi umur
dalam satu kandang, penempatan ternak terlalu banyak dalam satu kandang, dan
pedet yang tidak mendapatkan banyak kolostrum merupakan faktor-faktor yang
mendukung terjadinya radang paru-paru dalam suatu peternakan. Penyakit ini
muncul karena adanya bakteri, virus, jamur, dan parasit (Yusmichad, 1995).
Gejala yang ditimbulkan apabila
pedet terserang radang paru-paru adalah peset biasanya batuk-batuk, pernapasan
cepat dan suhu badan naik hingga 39°C atau lebih, mata tidak bercahaya, nafsu
makan hilang, bulu-bulu kasar dan kering, dan keluar cairan yang berbau dari
lubang hidungnya.
Pencegahan paling penting adalah
penyediaan lokasi pemeliharaan yang bersih hangat dan tidak lembab, sirkulasi
yang baik, dan cukup mendapat sinar matahari. Pedet yang sakit sebaiknya
dipindahkan dari yang sehat atau dibuat kandang tersendiri yang kering dan
hangat. Pengobatan yang dapat dilakuakan adalah pemberian antibiotik sesuai
dosis yang dianjurkan.
d.
Mastitis
Mastitis atau radang ambing
merupakan penyakit terpenting pada sapi perah, tidak hanya di Indonesia namun
juga di dunia. Mastitis merupakan peradangan kelenjar susu yang disertai dengan
perubahan fisik, kimiawi dan mikrobiologi. Secara fisis pada air susu sapi
penderita mastitis klinis terjadi perubahan warna, bau, rasa dan konsistensi.
Mastitis dipengaruhi oleh
interaksi 3 faktor yaitu ternak itu sendiri, mikroorganisme penyebab mastitis
dan faktor lingkungan. Menurut para ahli penyebab utama mastitis adalah kuman
Streptococcus agalactiae, Streptococcus dysagalactae, Streptococcus uberis,
Stafilokokus aureus dan Koliform. Faktor lingkungan, terutama sanitasi dan
higienis lingkungan kandang tempat pemeliharaan, posisi dan keadaan lantai,
sistem pembuangan kotoran, sistem pemerahan, iklim, serta peternak itu sendiri
dan alat yang ada.
Faktor-faktor yang sering menjadi
penyebab tidak langsung atau mendorong meningkatnya mastitis antara lain
anatomi (besar dan bentuk ambing, puting), umur ternak, jumlah produksi susu,
dan lainnya. Faktor ternak terutama dipengaruhi oleh stadium laktasi, sistem
kekebalan, kepekaan individu, anatomi dan umur serta penanganan pasca
pemerahan.
Gejala klinis mastitis nampak
adanya perubahan pada ambing maupun air susu. Misalnya bentuk yang asimetri,
bengkak, ada luka, rasa sakit apabila ambing dipegang, sampai nantinya mengeras
tidak lagi menghasilkan air susu jika sudah terjadi pembentukan jaringan ikat.
Pada air susu sendiri terjadi perubahan bentuk fisik maupun kimiawi.
e.
Penyakit antraks
Penyebabnya Bacillus anthracis yang menular melalui
kontak langsung, makanan atau minuman atau pernafasan.
Gejala yang timbul
- demam tinggi, badan lemah dan gemetar
- gangguan pernafasan
- pembengkakan pada kelenjar dada, leher, alat kelamin dan badan penuh bisul
- kadang-kadang darah berwarna merah hitam yang keluar melalui hidung, telinga, mulut, anus dan alat kelamin.
- kotoran ternak cair dan sering bercampur darah
- limpa bengkak dan berwarna kehitaman.
Pengendalian yang harus dilakukan vaksinasi, pengobatan antibiotika, mengisolasi sapi yang terinfeksi serta mengubur atau membakar sapi yang mati.
Gejala yang timbul
- demam tinggi, badan lemah dan gemetar
- gangguan pernafasan
- pembengkakan pada kelenjar dada, leher, alat kelamin dan badan penuh bisul
- kadang-kadang darah berwarna merah hitam yang keluar melalui hidung, telinga, mulut, anus dan alat kelamin.
- kotoran ternak cair dan sering bercampur darah
- limpa bengkak dan berwarna kehitaman.
Pengendalian yang harus dilakukan vaksinasi, pengobatan antibiotika, mengisolasi sapi yang terinfeksi serta mengubur atau membakar sapi yang mati.
f.
Penyakit mulut dan kuku
(PMK) atau penyakit Apthae epizootica (AE)
Penyebabnya virus ini menular melalui kontak langsung
melalui air kencing, air susu, air liur dan benda lain yang tercemar kuman AE.
Gejala yang timbul
- rongga mulut, lidah, dan telapak kaki atau tracak melepuh serta terdapat tonjolan bulat berisi cairan yang bening; – demam atau panas, suhu badan menurun drastis
- nafsu makan menurun bahkan tidak mau makan sama sekali
- air liur keluar berlebihan.
Pengendalian yang harus dilakukan vaksinasi dan sapi yang sakit diasingkan dan diobati secara terpisah.
Gejala yang timbul
- rongga mulut, lidah, dan telapak kaki atau tracak melepuh serta terdapat tonjolan bulat berisi cairan yang bening; – demam atau panas, suhu badan menurun drastis
- nafsu makan menurun bahkan tidak mau makan sama sekali
- air liur keluar berlebihan.
Pengendalian yang harus dilakukan vaksinasi dan sapi yang sakit diasingkan dan diobati secara terpisah.
g.
Penyakit ngorok/mendekur atau penyakit Septichaema
epizootica (SE).
Penyebabnya
bakteri Pasturella multocida. Penularannya melalui makanan dan minuman yang
tercemar bakteri.
Gejala yang timbul :
- kulit kepala dan selaput lendir lidah membengkak, berwarna merah dan kebiruan
- leher, anus, dan vulva membengkak
- paru-paru meradang, selaput lendir usus dan perut masam dan berwarna merah tua
- demam dan sulit bernafas sehingga mirip orang yang ngorok. Dalam keadaan sangat parah, sapi akan mati dalam waktu antara 12-36 jam.
Pengendalian yang harus dilakukan vaksinasi anti SE dan diberi antibiotika atau sulfa.
Gejala yang timbul :
- kulit kepala dan selaput lendir lidah membengkak, berwarna merah dan kebiruan
- leher, anus, dan vulva membengkak
- paru-paru meradang, selaput lendir usus dan perut masam dan berwarna merah tua
- demam dan sulit bernafas sehingga mirip orang yang ngorok. Dalam keadaan sangat parah, sapi akan mati dalam waktu antara 12-36 jam.
Pengendalian yang harus dilakukan vaksinasi anti SE dan diberi antibiotika atau sulfa.
h.
Penyakit radang kuku atau
kuku busuk (foot rot)
Penyakit ini menyerang sapi yang dipelihara dalam
kandang yang basah dan kotor.
Gejala
- mula-mula sekitar celah kuku bengkak dan mengeluarkan cairan putih keruh
- kulit kuku mengelupas
- tumbuh benjolan yang menimbulkan rasa sakit
- sapi pincang dan akhirnya bisa lumpuh.
Gejala
- mula-mula sekitar celah kuku bengkak dan mengeluarkan cairan putih keruh
- kulit kuku mengelupas
- tumbuh benjolan yang menimbulkan rasa sakit
- sapi pincang dan akhirnya bisa lumpuh.
Pencegahan
Serangan
Upaya pencegahan dan pengobatannya dilakukan dengan memotong kuku dan merendam bagian yang sakit dalam larutan refanol selama 30 menit yang diulangi seminggu sekali serta menempatkan sapi dalam kandang yang bersih dan kering.
Upaya pencegahan dan pengobatannya dilakukan dengan memotong kuku dan merendam bagian yang sakit dalam larutan refanol selama 30 menit yang diulangi seminggu sekali serta menempatkan sapi dalam kandang yang bersih dan kering.
i.
Displasia Abomasum
Displasia
abomasum merupakan salah satu penyakit yang sering terjadi pada sapi perah
terutama di masa awal laktasi atau beberapa minggu post partus. Displasia
abomasum atau yang sering disebut tibalik kadut (sunda) atau juga
lambung geser adalah berpindahnya/bergesernya letak abomasum ke posisi
abnormal. Kejadian DA biasanya diawali dengan adanya atoni abomasum dan
timbunan gas sehingga abomasum mudah sekali bergeser.Pergeseran letak abomasum
bisa ke bagian perut sebelah kiri bisa juga bergeser ke sebelah kanan dan/atau
disertai dengan perutaran.
Displasia
Abomasi akibat kelahiran disebabkan karena kosongnya rongga yang semula
ditemati rahim dengan janinnya secara tiba-tiba, rumen yang penuh dengan ingesta
akan menindih abomasum yang terdapat di bawaahnya. Dengan demikian terjadilah
keadaan abomasum yang tergencet dan tergeser dari tempat aslinya.
Faktor Resiko Terjadinya
Displasia Abomasum :
·
Faktor manajemen & pakan
Perbandingan
antara konsentrat dengan rumput berhubungan dengan kejadian Displasia abomasum,
semakin tinggi pemberian konsentat maka makin tinggi pula kemungkinan
terjadinya Displasia abomasum.
Pengalaman
dilapangan memang terbukti dari kasus displasia yang ditemui rata-rata terjadi
pada sapi-sapi yang di beri konsentrat berlebih dengan pemberian rumput yang
minimal karena peternak ingin mendapatkan hasil susu yang maksimal. Kejadian DA
ditemukan juga pada pedet yang mulai di beri konsentrat. Pedet tersebut
diberikan konsentrat yang berlebih dan pernah terjadi juga pada kandang
kelompok sehingga sebagian pedet lebih dominan dan memakan konsentrat lebih
banyak.
·
Kelainan pada masa Periparturien (sekitar
kelahiran)
Beberapa kelainan atau gangguan pada masa periparturien yang beresiko
menyebabkan DA meliputi : distokia,kelahiran kembar, metritis, ketosis atau
milk fever. Gangguan tersebut kebanyakan menyebabkan kekurangan kadar Ca darah
atau akibat adanya endotoksin sehingga mengakibatkan terjadinga atoni abomasum
& akumulasi gas yang mengakibatkan terjadinya DA.
·
Jenis dan umur
Jenis sapi
FH (Frisian Holstein) cenderung lebih mudah mengalami Displasia abomasum.
Kejadian Displasia abomasum lebih sering terjadi pada sapi dewasa yang habis
lahir dan pada pedet yang mulai disapih.
Gejala
Klinis
Sapi yang
mengalami Displasia abomasum biasanya menunjukkan penurunan nafsu makan,
terutama konsentrat atau malah nafsu makan hilang sama sekali. Produksi susu
turun, feses biasanya sedikit dan lembek, suhu tubuh dan pernafasan relatif
normal.
j.
Prolopsus Uteri
Adalah
penyembulan mukosa uterus dari badan melalui vagina, yang dapat terjadi total
atau sebgian. Pada umumnya terjadi setelah hewan beranak.prolapsus uteri
disebabkan oleh meningkatnya produksin hormon oxytosin pada saat beranak,
sehingga meskipun foetus telah lahir, gerak peristaltik dan perejanan urat
daging masih berlangsung terus – menerus dengan kuat.
Pada
prolapsus uteri sebagian penonjolan mukosa uterus terjadi kira – kira sebesar
tinju. Pada prolapsus uteri total, seluruh bagian uterus keluar dan vulva.
Serviks kadang – kadang ikut tertarik keluar oleh karena berat uterus itu
sendiri. Di belakang hewan seolah – olah ada sekarung beras yang tergantung.
Mukosa uterus akan mengembung karena menghisap udara. Hal ini terjadi apabila
prolapsus uteri berlangsung lebih dari 6 jam.
Terapi
dilakukan untuk mendapatkan reposisi yang baik dan mencegah terjadinya infeksi
oleh bakteri. Pada waktu melakukan reposisi perlu dilakukan hal – hal berikut :
1.
Tangan harus steril dan kuku harus pendek untuk
mencegah perlukaan mukosa uterus.
2.
Uterus harus dijaga agar tidak terkontaminasi oleh
bakteri dan kotoran.
3.
Mukosa uterus dibersihkan dengan desinfektan ringan,
misalkan KmnO4.
Selanjutnya
untuk mengembalikan uterus kedalam rongga perut dengan cara seluruh bagian
uterus yang menonjol keluar diangkat lebih tinggi daripada vulva. Bagian yang
terdekat dengan vulva dimasukkan kembali dengan cara menguakkan bibir vulva.
Mula – mula bagian ventral uterus dimasukkan kemudian bagian dorsalnya. Tekanan
perlu diberikan dengan telapak tangan. Setelah berhasil kembali ke rongga
perut, maka vulva perlu dijahit untuk mencegah uterus dimuntahkan kembali
keluar. Selanjutnya perlu disuntikkan antibiotika ( penstrep ) untuk mencegah
infeksi oleh bakteri.
Apabila
penanggulangan prolapsus uteri ini dilakukan rapi dan teliti maka hewan dapat
bunting dan beranak kembali secara normal seperti sediakala.
k. Endometritis
Endometritis merupakan peradangan
pada lapisan mukosa uterus.
Endometritis pada ternak dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu endometritis klinis dan endometritis subklinis.
Secara klinis, endometritis lebih prevalen pada sapi-sapi yang mature. Sapi
dengan endometritis dapat didiagnosa berdasarkan palpasi perektal dengan hasil
berupa tidak terabanya struktur ovarium. Sedangkan endometritis subklinis dapat
didefinisikan sedagai inflamasi pada uterus yang biasanya ditentukan dengan
pemeriksaan sitologi, tidak adanya eksudat purulenta di vagina. Endometritis
subklinis biasanya terjadi ketika proses involusi sudah lengkap (sekitar 5
minggu pospartus). Endometritis subklinis dapat didiagnosa dengan pengukuran
perbandingan neutrofil pada sample flushing lumen uterus pada volume rendah (20
ml) dengan menggunakan larutan saline steril (Divers dan Peek 2008).
Beberapa penyakit yang berkaitan
dengan kondisi endometritis pada sapi diantaranya adalah brucellosis,
leptospirosis, campylobacteriosis, dan trichomoniasis. Selain itu, endometritis
juga disebabkan oleh infeksi yang nonspesifik.
Mikroorganisme penyebab
endometritis pada sapi adalah Brucella sp., Leptospira sp., Campylobacter,
Trichomonas, Arcanobacterium (Actinomyces) pyogenes, dan Fusobacterium
necrophorum atau organisme gram negatif anaerob lainnya
Endometritis sering disebabkan
oleh kelanjutan distokia atau retensio secundinae dan sering berkaitan dengan
penurunan laju involusi uterus pada periode pospartus. Kondisi endometritis
sering diikuti oleh keadaan corpus luteum persisten sehingga kejadian infeksi
dapat terjadi terus menerus karena kadar estrogen sangat rendah yang berfungsi
dalam mekanisme pembersihan uterus.
Gejala klinis yang terlihat pada
sapi adalah kesakitan, penurunan nafsu makan, dan penurunan produksi susu.
Namun, sapi perah di lapangan yang mengalami kondisi endometritis tidak
menunjukkan gejala kelemahan, tidak terjadi penurunan nafsu makan, serta tidak
menunjukkan peningkatan temperatur tubuh
Fusobacterium necrophorum atau bakteri gram negatif anaerob lainnya menghasilkan gejala klinis berupa eksudat purulenta dari uterus dan vagina yang terlihat seperti jonjot-jonjot putih. Eksudat tersebut dapat dibedakan dari eksudat estrus, yaitu eksudat estrus mempunyai penampakan berupa eksudat yang jernih. Gejala klinis lainnya adalah perubahan konsistensi uterus yang dapat terlihat dari palpasi rektal.
.
treatmen endometritis pada sapi
dapat dilakukan dengan infusi antimicrobial secara intrauterine. Selain dapat
membersihkan bakteri dalam uterus, infusi antimikrobial intrauterine juga dapat
memperbaiki fertilitas sapi. Infusi cephapirin intrauterine dapat meningkatkan
fertilitas pada sapi perah pada saat endometritis. Namun, infusi antibiotik
yang diberikan dalam jumlah banyak dapat menyebabkan kerusakan jaringan uterus
dan peningkatan residu di susu dan karkas. Apabila terjadi gejala kesakitan
maka terapi yang diberikan dapat berupa pemberian antibiotik sistemik. Terapi
lain yang dapat diberikan untuk mengatasi endometritis pada sapi adalah
pemberian preparat PGF2α untuk menstimulasi kontraksi uterus dan pengeluaran
eksudat.
Penyakit yang biasa menyerang
ternak di UPBS ( Ultra Peternakan Bandung Selatan ) antara lain :
1.
Mencret
pada pedet
2.
Pincang
3.
Left
Displasia Abomasum ( LDA ) pada ternak pasca melahirkan.
4.
Mastitis
Pada peternakan di UPBS management kesehatan sangat
di perhatikan, sehingga penyakit yang biasa menyerang pada ternak akan segera
di tanggulangi oleh tenaga – tenaga ahli.
BAB
III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari hasil kunjungan yang kami
lakukan dapat disimpulkan bahwa dari sekian banyak penyakit yang menyerang
ternak ruminansia khususnya sapi perah, di peternakan UPBS tidak banyak sapi –
sapi yang terjangkit penyakit, ada beberapa yang terjangkit penyakit namun
segera ditangani oleh tenaga – tenaga ahli sehingga tidak sampai berakibat
fatal pada ternak tersebut.
Pada kasus penyakit sapi
penderita mastitis, ternak – ternak yang terkena mastitis dikandang kan secara
terpisah dan dengan perlakuan yang
berbeda juga.
B.
SARAN
Semoga laporan yang kami buat ini
dapat menambah wawasan untuk kami sendiri dan teman teman sekalian tentang
penanganan dan pengobatan penyakit pada ternak ruminansia (sapi perah)serta
perawatan kuku dan tanduk.
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Jendral Peternakan
Departemen Pertanian RI – Asosiasi Obat Hewan Indoneia ; Pedoman Pencegahan,
Pengobatan dan Pengndalian Penyakit Hewan Menular, (Jakarta 1995)
Medion ; Petunjuk
Praktis Penanganan Penyakit Ternak atau Hewan ;( Jakarta 1995 )