Minggu, 31 Mei 2015


LAPORAN KUNJUNGAN INDUSTRI
UPBS ( Ultra Peternakan Bandung Selatan )
Kesehatan Hewan
                                                      
 
Disusun oleh :
Yanuar Ramadhan
 
 
 
 
 
 
AGRIBISNIS SAPI PERAH Batch II
PT. ULTRA JAYA MILK TRADING COMPANY, Tbk. JOINT PROGAM PPPPTK PERTANIAN CIANJUR DAN POLITEKNIK NEGERI JEMBER
2014/2015
 
 
 
 
KATA PENGANTAR
 
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas taufik dan hidayah-Nya, kami bisa menyusun laporan kunjungan ini. Sebagai tanda bukti bahwa kami telah mengunjungi obyek penelitian.
Ucapan terimakasih tentulah tak lupa kami ucapkan kepada pihak –pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan laporan ini.
Ucapan terimakasih khususnya kami sampaikan kepada:
1.      Bapak Satya Gunawan selaku dosen pembimbing mata kuliah dasar-dasar ternak.
2.      Orangtua yang selalu memberi dukungan material maupun spiritual.
3.      Rekan-rekan seperjuangan selaku pemberi motivasi dan semangat.
Kami menyadari bahwa laporan yang kami buat ini jauh dari kata sempurna, untuk itu kami mohon kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan di masa yang akan datang.
Semoga laporan yang kami buat ini dapat bermanfaat untuk diri kami khususnya dan pembaca pada umumnya.
 
 
Penulis
 
 
 
 
 
 
 
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR ............................................................................................. 2
BAB I. PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang............................................................................................... 4
B.     Tujuan............................................................................................................ 5
C.     Manfaat.......................................................................................................... 5
BAB II. HASIL PENGAMATAN
A.    Tempat dan waktu kunjungan........................................................................ 6
B.     Hasil Kunjungan
1.      Populasi ternak......................................................................................... 6
2.      Management kesehatan............................................................................ 6
BAB III. PENUTUP
A.    Kesimpulan ................................................................................................... 14
B.     Saran.............................................................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Untuk memperoleh hasil susu sapi perah yang optimal , diperlukan upaya penanganan kesehatan sapi perah melalui pencegahan dan pengendalian penyakit secara tepat.
Dalam usaha sapi perah, kesehatan hewan merupakan salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam pemeliharaannya. Sapi yang kondisinya lemah akan mudah sekali terserang oleh infeksi penyakit baik yang menular maupun yang tidak menular. Usaha sapi perah harus terletak di daerah yang tidak pernah terjangkit atau daerah endemis penyakit hewan menular atau tidak ditemukan gejala klinis maupun bukti adanya penyakit lain seperti, antara lain : penyakit Antraks (radang limpa), penyakit mulut dan kuku (Foot and Mouth Disease), penyakit ngorok/mendekur (septichaemia epizootica/ SE), dan Brucellosis (kluron menular).
Untuk memperoleh hasil yang optimal dalam usaha sapi perah diperlukan perhatian khusus mengenai gejala/tanda-tanda suatu penyakit, penyebab, pencegahan, dan pengendaliannya . Pada umumnya penyakit ternak/hewan dapat disebabkan oleh mikroba (bakteri, virus dan protozoa), parasit (eksternal maupun internal), jamur atau karena gangguan/kelainan metabolisme (termasuk di dalamnya karena defisiensi nutrisi ataupun kena racun) dan gangguan reproduksi.
Adapun penyakit yang sering menyerang sapi perah, antara lain : penyakit antraks, penyakit mulut dan kuku (PMK) atau Apthae epizootica/AE, penyakit ngorok, penyakit radang kuku atau kuku busuk (foot rot), penyakit brucellosis dengan tanda-tanda, penyebab dan pengendaliannya
Dalam pemeliharaan ternak,salah satu faktor penghambat yang sering dihadapi adalah penyakit. Bahkan tidak jarang peternak mengalami kerugian dan tidak lagi berternak akibat adanya kematian pada ternaknya.upaya pengendalian penyakit pada hakekatnya bertujuan untuk meningkatkan pendapatan melalui cara pemeliharaan yang baik sehingga peternak memperoleh pendapatan secara maksimal.
Penyakit adalah keadaan tidak normal pada badan atau minda yang menyebabkan ketidakselesaan, disfungsi, atau tekanan/stres kepada ternak/orang yang terbabit atau berhubung rapat dengannya. Mekanisme terjadinya penyakit melibatkan berbagai faktor antara
lain: penyebab penyakit (agen), induk semang (hospes), dan
lingkungan yang dikenal dengan
penyebab majemuk suatu penyakit
(multiple causation of disease) sebagai lawan dari penyebab
tunggal (single causation of disease).
 
B.     Tujuan
Setiap kegiatan pasti memiliki makna dan tujuan. Secara umum, tujuan kunjungan industri ini adalah untuk lebih meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam pengelolaan dan pemeliharaan sapi perah komersial dan memberikan tempat berlatih, menambah keterampilan, wawasan dan pengalaman mengenai bidang peternakan, khususnya ternak perah serta mempelajari persoalan-persoalan yang ada dan bagaimana mengatasinya, mengenalkan budaya kerja industri/usaha, untuk memperoleh informasi dan pengetahuan baru yang tidak didapatkan melalui perkuliahan serta mendekatkan diri dengan lapangan pekerjaan. Secara khusus, tujuan kunjungan industri ini untuk mengamati manajemen kesehatan ternak di UPBS ( Ultra Peternakan Bandung Selatan ) di pangalengan.
C.    Manfaat
Hasil kunjungan industri membuka pemikiran dan memperluas wawasan penulis saat mengamati dan menemukan permasalahan yang ada dalam peternakan sapi perah khususnya pada manajemen kesehatan ternak. Penulis dapat membandingkan teori yang diperoleh selama perkuliahan dengan pelaksaannya di lapangan. Penulis memiliki kesempatan memberikan alternatif jalan keluar terhadap permasalahan tersebut berdasarkan pengetahuan yang telah diperoleh selama perkuliahan dan pustaka yang ada. Selain itu, hasil kunjungan industri dapat digunakan sebagai bahan informasi dan membuka wawasan peternak dan masyarakat dalam peningkatan manajemen pemeliharaan kesehatan sapi perah serta sebagai bahan pertimbangan dan evaluasi bagi perusahaan tempat penulis melaksanakan kunjungan.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
BAB II
Hasil Pengamatan
A.    Tempat dan waktu kunjungan
Praktek kerja lapangan ini dilaksanakan pada hari Selasa, 28 Oktober 2014. Lokasi yang dipilih sebagai tempat pelaksanaan kunjungan adalah anak perusahaan peternakan sapi perah PT. Ultra Jaya yaitu UPBS ( Ultra Peternakan Bandung Selatan ) di pangalengan.
B.     Hasil Kunjungan
Sesuai dengan hasil pengamatan kami di Ultra Peternakan Bandung Selatan ( UPBS ) dapat kami laporkan hal berikut:
1.      Populasi Ternak
Pada Ultra Peternakan Bandung Selatan ( UPBS ) terdapat 3000 ekor sapi termasuk pedet dengan betina produktif 1400 ekor sapi dan 18 ekor pejantan.
2.      Management Kesehatan.
Penyakit yang biasa menyerang pada sapi antara lain :
a.       Diare (Mencret)
Penyakit yang sering ditemui pada pedet adalah diare. Diare pedet masih cukup menakutkan karena seringkali berakibat kematian. Menurut Kurniawan (2009), jika pedet kehilangan lebih dari 15% cairan tubuhnya, dia akan mengalami stress yang luar biasa dan mengakibatkan kematian. Dari sekian banyak sebab diare pada pedet, penanganan saat lahir, tidak adanya desinfeksi pusar dan sanitasi kandang pedet yang buruk adalah penyebab utamanya.
Ada beberapa langkah untuk mengatasi diare pada pedet yaitu dengan langkah-langkah antara lain :
1.      memperbaiki cairan tubuh pedet dengan memberikan cairan elektrolit/oralit dan susu secara bergantian dan juga mengurangi konsumsi susu karena susu bisa menstimulasi bakteri ikutan.
2.      Memberikan antibiotik karena 80% diare disebabkan karena infeksi bakteri, kemudian menambahkan Vitamin C sebagai antistress. Jika pedet tidak mau makan, maka harus ditambah multivitamin dan antipiretik jika suhu badannya lebih dari 39,5 celsius.
3.      Memperbaiki kondisi kandang menjadi bersih dan kering karena kandang yang sanitasinya buruk berpeluang memperparah infeksi.
4.      Segera pisahkan pedet yang terjangkit diare dengan pedet yang lain untuk mencegah penularan.
5.      Mengamati setiap saat kondisinya untuk memastikan pedet tetap aktif.
 
b.      Cacingan
Menurut Tuimin (2009), menyatakan bahwa Toxocara vitulorum, merupakan cacing askarid. Stadium dewasanya banyak dijumpai pada anak sapi (pedet). Akibat dari penyakit cacingan (toxocariasis) sangat menekan produktivitas ternak, berarti menjadi beban ekonomi bagi peternak secara berkepanjangan jika tidak dilakukan pengendalian.
Walaupun demikian penyakit parasit cacing khususnya cacing saluran pencernaan yang sering dijumpai pada pedet adalah gangguan parasit usus. Salah satu jenis parasit usus yang sering dilaporkan menyerang pedet muda adalah toxocariasis. Parasit cacing ini menimbulkan kerugian yang cukup besar, bahkan dapat mengakibatkan kematian pada pedet. Toxocariasis merupakan penyakit yang banyak ditemukan di negara tropis dengan kelembaban tinggi.
Upaya pengendaliannya menurut mereka sampai saat ini belum jelas, hal ini disebabkan belum adanya informasi tentang keadaan toxocariasis pada pedet. Tersedianya obat cacing, umumnya hanya berkhasiat terhadap stadium dewasa, kurang berkhasiat untuk stadium larva dan telur.
c.       Radang paru-paru
Radang paru-paru adalah infeksi paru-paru dan telah menyebabkan banyak kematian. Cacing paru-paru merupakan penyebab dengan menginfeksi paru-paru. Pedet yang dapat bertahan radang paru-paru, memerlukan waktu lama untuk sembuh. Biasanya akan terjadi gangguan pertumbuhan dan produktifitas yang rendah saat telah mulai berproduksi (Thau, 2004).
Penyakit radang paru-paru bisa menyebabkan kematian pada anak sapi umur 3-8 minggu. Manajemen pemeliharaan ternak yang tidak baikseperti penempatan hewan selamanya dalam kandang saja, tempat yang lembab dan berdebu, ventilasi udara yang tidak baik, berbagi umur dalam satu kandang, penempatan ternak terlalu banyak dalam satu kandang, dan pedet yang tidak mendapatkan banyak kolostrum merupakan faktor-faktor yang mendukung terjadinya radang paru-paru dalam suatu peternakan. Penyakit ini muncul karena adanya bakteri, virus, jamur, dan parasit (Yusmichad, 1995).
Gejala yang ditimbulkan apabila pedet terserang radang paru-paru adalah peset biasanya batuk-batuk, pernapasan cepat dan suhu badan naik hingga 39°C atau lebih, mata tidak bercahaya, nafsu makan hilang, bulu-bulu kasar dan kering, dan keluar cairan yang berbau dari lubang hidungnya.
Pencegahan paling penting adalah penyediaan lokasi pemeliharaan yang bersih hangat dan tidak lembab, sirkulasi yang baik, dan cukup mendapat sinar matahari. Pedet yang sakit sebaiknya dipindahkan dari yang sehat atau dibuat kandang tersendiri yang kering dan hangat. Pengobatan yang dapat dilakuakan adalah pemberian antibiotik sesuai dosis yang dianjurkan.
d.      Mastitis
Mastitis atau radang ambing merupakan penyakit terpenting pada sapi perah, tidak hanya di Indonesia namun juga di dunia. Mastitis merupakan peradangan kelenjar susu yang disertai dengan perubahan fisik, kimiawi dan mikrobiologi. Secara fisis pada air susu sapi penderita mastitis klinis terjadi perubahan warna, bau, rasa dan konsistensi.
Mastitis dipengaruhi oleh interaksi 3 faktor yaitu ternak itu sendiri, mikroorganisme penyebab mastitis dan faktor lingkungan. Menurut para ahli penyebab utama mastitis adalah kuman Streptococcus agalactiae, Streptococcus dysagalactae, Streptococcus uberis, Stafilokokus aureus dan Koliform. Faktor lingkungan, terutama sanitasi dan higienis lingkungan kandang tempat pemeliharaan, posisi dan keadaan lantai, sistem pembuangan kotoran, sistem pemerahan, iklim, serta peternak itu sendiri dan alat yang ada.
Faktor-faktor yang sering menjadi penyebab tidak langsung atau mendorong meningkatnya mastitis antara lain anatomi (besar dan bentuk ambing, puting), umur ternak, jumlah produksi susu, dan lainnya. Faktor ternak terutama dipengaruhi oleh stadium laktasi, sistem kekebalan, kepekaan individu, anatomi dan umur serta penanganan pasca pemerahan.
Gejala klinis mastitis nampak adanya perubahan pada ambing maupun air susu. Misalnya bentuk yang asimetri, bengkak, ada luka, rasa sakit apabila ambing dipegang, sampai nantinya mengeras tidak lagi menghasilkan air susu jika sudah terjadi pembentukan jaringan ikat. Pada air susu sendiri terjadi perubahan bentuk fisik maupun kimiawi.
e.       Penyakit antraks
Penyebabnya Bacillus anthracis yang menular melalui kontak langsung, makanan atau minuman atau pernafasan.
Gejala yang timbul
- demam tinggi, badan lemah dan gemetar
- gangguan pernafasan
- pembengkakan pada kelenjar dada, leher, alat kelamin dan badan penuh bisul
- kadang-kadang darah berwarna merah hitam yang keluar melalui hidung, telinga, mulut, anus dan alat kelamin.
- kotoran ternak cair dan sering bercampur darah
- limpa bengkak dan berwarna kehitaman.
Pengendalian yang harus dilakukan vaksinasi, pengobatan antibiotika, mengisolasi sapi yang terinfeksi serta mengubur atau membakar sapi yang mati.
 
f.       Penyakit mulut dan kuku (PMK) atau penyakit Apthae epizootica (AE)
Penyebabnya virus ini menular melalui kontak langsung melalui air kencing, air susu, air liur dan benda lain yang tercemar kuman AE.
Gejala yang timbul
- rongga mulut, lidah, dan telapak kaki atau tracak melepuh serta terdapat tonjolan bulat berisi cairan yang bening; – demam atau panas, suhu badan menurun drastis
- nafsu makan menurun bahkan tidak mau makan sama sekali
- air liur keluar berlebihan.
Pengendalian yang harus dilakukan vaksinasi dan sapi yang sakit diasingkan dan diobati secara terpisah.
g.      Penyakit ngorok/mendekur atau penyakit Septichaema epizootica (SE).
Penyebabnya bakteri Pasturella multocida. Penularannya melalui makanan dan minuman yang tercemar bakteri.
Gejala yang timbul :
- kulit kepala dan selaput lendir lidah membengkak, berwarna merah dan kebiruan
- leher, anus, dan vulva membengkak
- paru-paru meradang, selaput lendir usus dan perut masam dan berwarna merah tua
- demam dan sulit bernafas sehingga mirip orang yang ngorok. Dalam keadaan sangat parah, sapi akan mati dalam waktu antara 12-36 jam.
Pengendalian yang harus dilakukan vaksinasi anti SE dan diberi antibiotika atau sulfa.
h.      Penyakit radang kuku atau kuku busuk (foot rot)
Penyakit ini menyerang sapi yang dipelihara dalam kandang yang basah dan kotor.
Gejala
- mula-mula sekitar celah kuku bengkak dan mengeluarkan cairan putih keruh
- kulit kuku mengelupas
- tumbuh benjolan yang menimbulkan rasa sakit
- sapi pincang dan akhirnya bisa lumpuh.
Pencegahan Serangan
Upaya pencegahan dan pengobatannya dilakukan dengan memotong kuku dan merendam bagian yang sakit dalam larutan refanol selama 30 menit yang diulangi seminggu sekali serta menempatkan sapi dalam kandang yang bersih dan kering.
i.        Displasia Abomasum
Displasia abomasum merupakan salah satu penyakit yang sering terjadi pada sapi perah terutama di masa awal laktasi atau beberapa minggu post partus. Displasia abomasum atau yang sering disebut tibalik kadut (sunda) atau juga lambung geser adalah berpindahnya/bergesernya letak abomasum ke posisi abnormal. Kejadian DA biasanya diawali dengan adanya atoni abomasum dan timbunan gas sehingga abomasum mudah sekali bergeser.Pergeseran letak abomasum bisa ke bagian perut sebelah kiri bisa juga bergeser ke sebelah kanan dan/atau disertai dengan perutaran.
Displasia Abomasi akibat kelahiran disebabkan karena kosongnya rongga yang semula ditemati rahim dengan janinnya secara tiba-tiba, rumen yang penuh dengan ingesta akan menindih abomasum yang terdapat di bawaahnya. Dengan demikian terjadilah keadaan abomasum yang tergencet dan tergeser dari tempat aslinya.
Faktor Resiko Terjadinya Displasia Abomasum :
·       Faktor manajemen & pakan
Perbandingan antara konsentrat dengan rumput berhubungan dengan kejadian Displasia abomasum, semakin tinggi pemberian konsentat maka makin tinggi pula kemungkinan terjadinya Displasia abomasum.
Pengalaman dilapangan memang terbukti dari kasus displasia yang ditemui rata-rata terjadi pada sapi-sapi yang di beri konsentrat berlebih dengan pemberian rumput yang minimal karena peternak ingin mendapatkan hasil susu yang maksimal. Kejadian DA ditemukan juga pada pedet yang mulai di beri konsentrat. Pedet tersebut diberikan konsentrat yang berlebih dan pernah terjadi juga pada kandang kelompok sehingga sebagian pedet lebih dominan dan memakan konsentrat lebih banyak.
·    Kelainan pada masa Periparturien (sekitar kelahiran)
Beberapa kelainan atau gangguan pada masa periparturien yang beresiko menyebabkan DA meliputi : distokia,kelahiran kembar, metritis, ketosis atau milk fever. Gangguan tersebut kebanyakan menyebabkan kekurangan kadar Ca darah atau akibat adanya endotoksin sehingga mengakibatkan terjadinga atoni abomasum & akumulasi gas yang mengakibatkan terjadinya DA.
·       Jenis dan umur
Jenis sapi FH (Frisian Holstein) cenderung lebih mudah mengalami Displasia abomasum. Kejadian Displasia abomasum lebih sering terjadi pada sapi dewasa yang habis lahir dan pada pedet yang mulai disapih.
Gejala Klinis
Sapi yang mengalami Displasia abomasum biasanya menunjukkan penurunan nafsu makan, terutama konsentrat atau malah nafsu makan hilang sama sekali. Produksi susu turun, feses biasanya sedikit dan lembek, suhu tubuh dan pernafasan relatif normal.
j.        Prolopsus Uteri
Adalah penyembulan mukosa uterus dari badan melalui vagina, yang dapat terjadi total atau sebgian. Pada umumnya terjadi setelah hewan beranak.prolapsus uteri disebabkan oleh meningkatnya produksin hormon oxytosin pada saat beranak, sehingga meskipun foetus telah lahir, gerak peristaltik dan perejanan urat daging masih berlangsung terus – menerus dengan kuat.
Pada prolapsus uteri sebagian penonjolan mukosa uterus terjadi kira – kira sebesar tinju. Pada prolapsus uteri total, seluruh bagian uterus keluar dan vulva. Serviks kadang – kadang ikut tertarik keluar oleh karena berat uterus itu sendiri. Di belakang hewan seolah – olah ada sekarung beras yang tergantung. Mukosa uterus akan mengembung karena menghisap udara. Hal ini terjadi apabila prolapsus uteri berlangsung lebih dari 6 jam.
Terapi dilakukan untuk mendapatkan reposisi yang baik dan mencegah terjadinya infeksi oleh bakteri. Pada waktu melakukan reposisi perlu dilakukan hal – hal berikut :
1.     Tangan harus steril dan kuku harus pendek untuk mencegah perlukaan mukosa uterus.
2.      Uterus harus dijaga agar tidak terkontaminasi oleh bakteri dan kotoran.
3.      Mukosa uterus dibersihkan dengan desinfektan ringan, misalkan KmnO4.
Selanjutnya untuk mengembalikan uterus kedalam rongga perut dengan cara seluruh bagian uterus yang menonjol keluar diangkat lebih tinggi daripada vulva. Bagian yang terdekat dengan vulva dimasukkan kembali dengan cara menguakkan bibir vulva. Mula – mula bagian ventral uterus dimasukkan kemudian bagian dorsalnya. Tekanan perlu diberikan dengan telapak tangan. Setelah berhasil kembali ke rongga perut, maka vulva perlu dijahit untuk mencegah uterus dimuntahkan kembali keluar. Selanjutnya perlu disuntikkan antibiotika ( penstrep ) untuk mencegah infeksi oleh bakteri.
Apabila penanggulangan prolapsus uteri ini dilakukan rapi dan teliti maka hewan dapat bunting dan beranak kembali secara normal seperti sediakala.
 
k.      Endometritis
Endometritis merupakan peradangan pada lapisan mukosa uterus.
Endometritis pada ternak dapat dibedakan menjadi dua, yaitu endometritis klinis dan endometritis subklinis. Secara klinis, endometritis lebih prevalen pada sapi-sapi yang mature. Sapi dengan endometritis dapat didiagnosa berdasarkan palpasi perektal dengan hasil berupa tidak terabanya struktur ovarium. Sedangkan endometritis subklinis dapat didefinisikan sedagai inflamasi pada uterus yang biasanya ditentukan dengan pemeriksaan sitologi, tidak adanya eksudat purulenta di vagina. Endometritis subklinis biasanya terjadi ketika proses involusi sudah lengkap (sekitar 5 minggu pospartus). Endometritis subklinis dapat didiagnosa dengan pengukuran perbandingan neutrofil pada sample flushing lumen uterus pada volume rendah (20 ml) dengan menggunakan larutan saline steril (Divers dan Peek 2008).
Beberapa penyakit yang berkaitan dengan kondisi endometritis pada sapi diantaranya adalah brucellosis, leptospirosis, campylobacteriosis, dan trichomoniasis. Selain itu, endometritis juga disebabkan oleh infeksi yang nonspesifik.
Mikroorganisme penyebab endometritis pada sapi adalah Brucella sp., Leptospira sp., Campylobacter, Trichomonas, Arcanobacterium (Actinomyces) pyogenes, dan Fusobacterium necrophorum atau organisme gram negatif anaerob lainnya
Endometritis sering disebabkan oleh kelanjutan distokia atau retensio secundinae dan sering berkaitan dengan penurunan laju involusi uterus pada periode pospartus. Kondisi endometritis sering diikuti oleh keadaan corpus luteum persisten sehingga kejadian infeksi dapat terjadi terus menerus karena kadar estrogen sangat rendah yang berfungsi dalam mekanisme pembersihan uterus.
 
Gejala klinis yang terlihat pada sapi adalah kesakitan, penurunan nafsu makan, dan penurunan produksi susu. Namun, sapi perah di lapangan yang mengalami kondisi endometritis tidak menunjukkan gejala kelemahan, tidak terjadi penurunan nafsu makan, serta tidak menunjukkan peningkatan temperatur tubuh

Fusobacterium necrophorum atau bakteri gram negatif anaerob lainnya menghasilkan gejala klinis berupa eksudat purulenta dari uterus dan vagina yang terlihat seperti jonjot-jonjot putih. Eksudat tersebut dapat dibedakan dari eksudat estrus, yaitu eksudat estrus mempunyai penampakan berupa eksudat yang jernih. Gejala klinis lainnya adalah perubahan konsistensi uterus yang dapat terlihat dari palpasi rektal.
.
treatmen endometritis pada sapi dapat dilakukan dengan infusi antimicrobial secara intrauterine. Selain dapat membersihkan bakteri dalam uterus, infusi antimikrobial intrauterine juga dapat memperbaiki fertilitas sapi. Infusi cephapirin intrauterine dapat meningkatkan fertilitas pada sapi perah pada saat endometritis. Namun, infusi antibiotik yang diberikan dalam jumlah banyak dapat menyebabkan kerusakan jaringan uterus dan peningkatan residu di susu dan karkas. Apabila terjadi gejala kesakitan maka terapi yang diberikan dapat berupa pemberian antibiotik sistemik. Terapi lain yang dapat diberikan untuk mengatasi endometritis pada sapi adalah pemberian preparat PGF2α untuk menstimulasi kontraksi uterus dan pengeluaran eksudat.
Penyakit yang biasa menyerang ternak di UPBS ( Ultra Peternakan Bandung Selatan ) antara lain :
1.      Mencret pada pedet
2.      Pincang
3.      Left Displasia Abomasum ( LDA ) pada ternak pasca melahirkan.
 
4.      Mastitis
Pada peternakan di UPBS management kesehatan sangat di perhatikan, sehingga penyakit yang biasa menyerang pada ternak akan segera di tanggulangi oleh tenaga – tenaga ahli.
BAB III
PENUTUP
A.     KESIMPULAN
Dari hasil kunjungan yang kami lakukan dapat disimpulkan bahwa dari sekian banyak penyakit yang menyerang ternak ruminansia khususnya sapi perah, di peternakan UPBS tidak banyak sapi – sapi yang terjangkit penyakit, ada beberapa yang terjangkit penyakit namun segera ditangani oleh tenaga – tenaga ahli sehingga tidak sampai berakibat fatal pada ternak tersebut.
Pada kasus penyakit sapi penderita mastitis, ternak – ternak yang terkena mastitis dikandang kan secara terpisah dan dengan perlakuan  yang berbeda juga.
 
B.        SARAN
Semoga laporan yang kami buat ini dapat menambah wawasan untuk kami sendiri dan teman teman sekalian tentang penanganan dan pengobatan penyakit pada ternak ruminansia (sapi perah)serta perawatan kuku dan tanduk.
 
 
 
 
 
 
 
 
 


 
 
 
 
DAFTAR PUSTAKA
 
Direktorat Jendral Peternakan Departemen Pertanian RI – Asosiasi Obat Hewan Indoneia ; Pedoman Pencegahan, Pengobatan dan Pengndalian Penyakit Hewan Menular, (Jakarta 1995)
Medion ; Petunjuk Praktis Penanganan Penyakit Ternak atau Hewan ;( Jakarta 1995 )