Pembakuan Bahasa Indonesia
Disusun oleh : Yanuar
Ramadhan
Pembakuan atau penstandaran bahasa adalah pemilihan acuan
yang dianggap paling wajar dan paling baik dalam pemakaian bahasa. Masalah
kewajaran terkait dengan berbagai aspek, misalnya,aspek ini meliputi
situasi,tempat,mitra bicara,alat,status penuturnya,waktu,dan
lain-lain.Aspek-aspek tersebut disebut juga dengan istilah konteks.Konteks
itulah yang menuntut adanya variasi bahasa. Berdasarkan fungsinya itu,maka
bahasa tidak menunjukkan adanya satu acuan yang dipergunakan untuk
berkomunikasi dalam segala fungsinya. Setiap acuan cenderung dipergunakan sesuai
konteks yang mempengaruhinya.Ada beberapa hal yang perlu dipedomani untuk
penetapan bahasa baku atau standar. Pedoman itu meliputi hal sebagai berikut:
1.
dasar keserasian; bahasa yang
digunakan dalam komunikasi resmi,baik tulis maupun lisan.
2.
dasar keilmuan; bahasa yang
digunakan dalam tulisan-tulisan ilmiah.
3.
dasar kesastraan; bahasa yang
digunakan dalam berbagai karya sastra.
Masalah pembakuan bahasa terkait dengan dua hal, yakni
kebijaksanaan bahasa dan perencanaan bahasa. Proses pemilihan atau penyeleksian
dan penetapan salah satu ragam bahasa resmi kenegaraan/kedaerahan, serta
usaha-usaha pembinaan dan pengembangannya yang dilakukan secara kontinu disebut
pembakuan bahasa atau penstandaran bahasa.
1.
Bahasa Baku
Bahasa baku atau bahasa standar adalah bahasa yang memiliki
nilai komunikatif yang tinggi, yang digunakan dalam kepentingan nasional, dalam
situasi resmi atau dalam lingkungan resmi dan pergaulan sopan yang terikat oleh
tulisan baku, ejaan baku, serta lafal baku . Ragam baku itu merupakan ragam
yang dilembagakan dan diakui oleh sebagian besar warga masyarakat pemakainya
sebagai bahasa resmi dan diakui oleh sebagian kerangka rujukan norma bahasa
dalam penggunaannya.sebuah ragam bahasa itu baku atau tidak, ada tiga hal yang
dijadikan patokan. Ketiga hal tersebut adalah kemantapan dan kedinamisan,
kecendikian dan kerasionalan, serta keseragaman.
2.
Fungsi Bahasa Baku
Selain berfungsi sebagai bahasa nasional, bahasa negara, dan
bahasa resmi, bahasa baku mempunyai fungsi lain. Gravin dan Mathint (Chaer :
252) menjelaskan bahwa bahasa baku bersifat sosial politik, yaitu : fungsi
pemersatu, fungsi pemisah, fungsi harga diri, dan fungsi kerangka acuan. Dari
empat fungsi bahasa yang menuntut ragam baku itu, hanya dua yang terakhir yang
langsung berkaitan dengan komunikasi verbal secara lisan. Dengan kata lain,
lafal baku perlu digunakan dalam pembicaraan di depan umum, seperti kuliah,
ceramah, khotbah, pidato, dsb. atau dalam pembicaraan dengan orang yang
dihormati seperti pembicaraan dengan atasan, dengan guru, dengan orang yang
baru dikenal. Dalam hubungan dengan fungsi social bahasa baku itu, Moeliono
(1975) mencatat empat fungsi pokok, yaitu:
(1)fungsi pemersatu,
(2) fungsi penanda kepribadian,
(3) fungsi penanda wibawa, dan
(4) fungsi sebagai kerangka acuan.
(2) fungsi penanda kepribadian,
(3) fungsi penanda wibawa, dan
(4) fungsi sebagai kerangka acuan.
Dengan
demikian, lafal baku–sebagai perwujudan bahasa baku secara fonetis–mempunyai
fungsi sosial sebagai :
(1) pemersatu,
(2) penanda kepribadian,
(3) penanda wibawa, dan
(4) sebagai kerangka acuan.
(1) pemersatu,
(2) penanda kepribadian,
(3) penanda wibawa, dan
(4) sebagai kerangka acuan.
3.
Pemilihan Ragam Baku
Penggunaan
ragam bahasa Indonesia yang baku di lakukan dapat di lihat pada :
– Surat menyurat antarlembaga
– Laporan keuangan
– Karangan ilmiah
– Lamaran pekerjaan
– Surat keputusan
– Perundangan
– Nota dinas
– Rapat dinas
– Pidato resmi
– Diskusi
– Penyampaian pendidikan
– Dan lain-lain.
– Surat menyurat antarlembaga
– Laporan keuangan
– Karangan ilmiah
– Lamaran pekerjaan
– Surat keputusan
– Perundangan
– Nota dinas
– Rapat dinas
– Pidato resmi
– Diskusi
– Penyampaian pendidikan
– Dan lain-lain.
4.
Bahasa Indonesia Baku
Andaikata kita sudah memiliki salah satu ragam bahasa untuk dijadikan ragam baku,maka pembakuan itu harus dilakukan pada semua tataran, baik fonologi, morfologi, sintaksis, leksikon, maupun semantik. Secara resmi,berdasarkan Ejaan Yang Disempurnakan, fonem-fonem bahasa Indonesia sudah ditentukan, tetapi yang berhubungan dengan pelafalan belum pernah dilakukan pembakuan. Menurut Konsensus, seseorang telah berbahasa Indonesia dengan lafal baku apabila ia tidak menampakkan cirri-ciri bahasa daerah. Dengan pelafalan baku itu,seseorang tidak diketahui secara linguistik darimana ia berasal. Secara singkat dapat dikatakan bahwa dalam berbahasa Indonesia baku,ia tidak terpengaruh oleh bahasa-bahasa lain yang dikuasainya. Dalam konteks lafal baku ini,sebagai contoh penggunaannya adalah lafal para penyiar TVRI dan RRI. Lafal mereka sudah dianggap memenuhi kriteria sebagai lafal baku. Di bawah ini disajikan contoh lafal baku dan lafal tidak baku.
NO
|
KATA
BAKU
|
KATA
TIDAK BAKU
|
1
|
Analisis
|
Analisa
|
2
|
Apotek
|
Apotik
|
3
|
Atlet
|
Atlit
|
4
|
Bus
|
Bis
|
5.
Ragam Baku Tulis Dan Baku Lisan
Dalam kehidupan berbahasa, kita sudah mengenal ragam lisan
dan ragam tulis,ragam baku dan ragam tidak baku. Oleh sebab itu, muncul ragam
baku tulis dan ragam baku lisan. Ragam baku tulis adalah ragam baku yang
dipakai dengan resmi dalam buku-buku pelajaran atau buku-buku ilmiah lainnya. Dengan
menerbitkan masalah ejaan bahasa
Indonesia, yang tercantum dalam buku Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan,Pedoman Umum Pembentukan Istilah,dan pengadaan Kamus Besar Bahasa
Indonesia.
Disamping ragam baku tulis, ragam baku lisan juga
dimasyarakatkan. Berbeda dengan ragam baku tulis, ragam baku lisan
penanganannya sangat sulit. Kesulitan itu muncul karena pengaruh fonologi,
morfologi, sintaksis maupun logat atau dialek akan terjadi bila ia bertutur
dengan menggunakan bahasa Indonesia.Seseorang dikatakan menggunakan ragam baku
lisan apabila ia dapat meminimalkan atau menghilangkan ragam daerah dalam
tuturan. Ini berarti, bila ia berbicara maka orang lain tidak dapat
mengidentifikasi secara linguistik dari mana ia berasal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar