D
I
S
U
S
U
N
Oleh :
Ari Baehaki
Akhlis Novi Junianto
Fina Siti Nur Latifah
Fatimah Zahrotul Aulia
Yanuar Ramadhan
Dosen Pembimbing :
Sunaryo, S.TP, M.Si
DIPLOMA 3
Agribisnis Sapi Perah
PPPPTK – Pertanian Cianjur dan PT.
ULTRAJAYA Trading Company, Tbk serta Politeknik Negeri Jember
Angkatan 2014
Kata pengantar
Puji
syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
hidayah – Nya sehingga makalah yang berjudul ‘ Peralatan Pengelolaan Limbah
Sapi Perah ‘dapat terselesaikan dengan baik. Penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada orang tua kami yang telah memberikan dukungan moral dan semua pihak yang
telah membantu dalam penyelesaian makalah ini serta kepada teman – teman
penulis yang turut membantu.
Dalam
pengerjaan atau penyelesaian makalah ini banyak kesalahan dari segi penulisan
maupun perkataan dan sangat jauh dari kata sempurna. Tetapi, penulis berharap
makalah ini dapat dijadikan sebuah pembelajaran bagi para pembaca sekalian.
Amin.
8 Desember 2015
Penulis
Daftar Isi
BAB I Pendahuluan
BAB II Tinjauan Pustaka
BAB III Pembahasan
BAB IV Kesimpulan dan Saran
Daftar Pustaka
BAB I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Bangunan kandang merupakan hal
yang terpenting dalam prospek pengembangan usaha khususnya di bidang peternakan
sapi perah. Kandang sapi perah adalah kandang yang dirancang untuk hidup sapi
dalam proses usaha pembibitan dan produksi susu pada periode tertentu, mulai
dari pedet, sapi dara dan sapi dewasa secara baik, aman, sehat, dan cukup
pergerakan, sehingga sapi dapat hidup secara leluasa produktif dan masa
hidupnya lebih panjang.
Kandang sapi perah sebaiknya dirancang agar
efektif untuk memenuhi persyaratan kesehatan dan kenyamanan ternak, enak dan
nyaman untuk pekerja, efisien untuk tenaga dan alat-alat, pelaksanaannya dapat
disesuaikan dengan peraturan kesehatan. Kandang dilengkapi oleh bangunan dan
alat-alat lain. Bangunan pelengkap kandang adalah kamar susu dan gudang.
Kandang dan alat-alat saling disesuaikan agar penggunaannya efisien.
1.2 Tujuan
1.
Agar
mahasiswa dapat mengetahui sistem perkandangan dengan baik dan benar
2.
Agar
mahasiswa dapat mengaplikasikannya ke dalam perusahaan peternakan
3.
Mengetahui bagaimanana pengelolaan
limbah sapi perah yang baik dan benar.
1.3 Manfaat
1.
Mahasiswa
dapat mengetahui sistem perkandangan dengan baik dan benar
2.
Mahasiswa
dapat mengaplikasikannya ke dalam perusahaan peternakan
3.
Dapat menggunakan hasil olahan limbah
untuk penunjang hijauan tanaman yang ditanam untuk ternak.
BAB II
Tinjauan Pustaka
Usaha
peternakan mempunyai prospek untuk dikembangkan karena tingginya permintaan
akan produk peternakan. Usaha peternakan juga memberi keuntungan yang cukup
tinggi dan menjadi sumber pendapatan bagi banyak masyarakat di perdesaaan di
Indonesia. Namun demikian, sebagaimana usaha lainnya, usaha peternakan juga
menghasilkan limbah yang dapat menjadi sumber pencemaran. Oleh karena itu,
seiring dengan kebijakan otonomi, maka pemgembangan usaha peternakan yang dapat
meminimalkan limbah peternakan perlu dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota
untuk menjaga kenyamanan permukiman masyarakatnya. Salah satu upaya kearah itu
adalah dengan memanfaatkan limbah peternakan sehingga dapat memberi nilai
tambah bagi usaha tersebut.
Kebijakan
otonomi daerah perlu diantisipasi oleh aparat pemerintah daerah, khususnya di
kabupaten/kota yang menjadi ujung tombak pembangunan, sehingga kabupaten/kota
dapat berbenah diri dalam menggali segala potensi baik potensi sumber daya alam
maupun potensi sumber daya manusia. Dengan demikian potensi sumber daya alam
dan sumber daya manusia yang ada di daerah tersebut dapat dimanfaatkan
seoptimal mungkin untuk kepentingan pembangunan daerah dan kesejahteraan
masyarakat.
Kebanyakan
masyarakat yang berada di pedesaan semuanya menyatu dengan kegiatan-kegiatan
yang ada kaitannya dengan pertanian secara luas kerena memang itulah keahlian
mereka yang dapat digunakan untuk mempertahankan kehidupannya. Tidak heran
seorang petani selain mengolah sawahnya, mereka juga memelihara ternak misalnya
ternak bebek, ayam kampung atau yang sering dikenal ayam buras, ada juga yang
memelihara domba, kambing, sapi ataupun kerbau. Dalam keterbatasan yang
dilematis diperlukan jalan keluar yang bijaksana dengan membangun paradigma
baru, yaitu sistem pertanian yang berwawasan ekologis, ekonomis dan
berkesinambungan, ini sering juga disebut sustainable mix farming atau mix
farming.
Sistem mix-Farming, ini diarahkan pada upaya
memperpanjang siklus biologis dengan mengoptimalkan pemanfaatan hasil samping
pertanian dan peternakan atau hasil ikutannya, dimana setiap mata rantai siklus
menghasilkan produk baru yang memiliki nilai ekonomi tinggi, sehingga dengan
sistem ini diharapkan pemberdayaan dan pemanfaatan lahan marginal di seluruh
daerah (kabupaten/kota) dapat lebih dioptimalkan. Hal tersebut dimaksudkan
untuk mendukung kebijakan pemerintah dalam hal kecukupan pangan dengan cara
mengembangkan sistem pertanian yang terintegrasi misalnya tanaman pangan pakan
dan ternak, juga dapat memanfaatkan hasil samping atau hasil ikutan peternakan
seperti kompos (manure), dimana dapat digunakan sebagai bahan baku pupuk
organik dan limbah pertaniannya dapat dipakai sebagai pakan ternak.
Sehubungan
hal tersebut di atas konsep pertanian masa depan harus dirumuskan secara
komprehenship, dimana dapat mengantisipasi berbagai tantangan, seperti pasar
global dan otonomi daerah, salah satu model yang dapat mengantisipasi tantangan
pasar global adalah pengembangan sistem pertanian yang berkelanjutan
(sustainable mixed –farming) dengan berbagai industri peternakan. Bagi
masyarakat pedesaan ternak-ternak seperti kerbau, sapi potong, sapi perah,
kambing, domba, itik, bebek ataupun ayam buras memilki peranan strategis karena
ternak-ternak tersebut dapat digunakan sebagai tabungan hidup, sumber tenaga
kerja bagi ternak kerbau dan sapi potong. Ternak juga dapat dipakai sebagai
penghasil pupuk organik dimana sangat baik untuk meningkatkan produksi
pertanian, selain itu ternak juga dapat dijadikan dalam meningkatkan status
sosial.
Dalam
presfektif ekonomi makro, peternakan merupakan sumber pangan yang berkualitas,
misalnya daging ataupun susu merupakan bahan baku industri pengolahan pangan,
di mana dapat menghasilkan abon, dendeng, bakso, sosis, keju, mentega ataupun
krim dan juga dapat menghasilkan kerajinan-kerajinan kulit tanduk ataupun
tulang. Jadi dari semua kegiatan-kegiatan yang ada kaitannya dengan pertanian
dan peternakan dapat menciptakan lapangan kerja. Pembangunan pertanian dalam konteks
otonomi daerah yang disesuaikan dengan permintaan pasar global sehingga
pengembangan sistem pertanian terpadu sangatlah menjanjikan, meskipun tetap
harus memperhatikan aspek agro ekosistem wilayah dan sosio kultur masyarakatnya
(Sofyadi, 2005).
Selama
ini banyak keluhan masyarakat akan dampak buruk dari kegiatan usaha peternakan
karena sebagian besar peternak mengabaikan penanganan limbah dari usahanya,
bahkan ada yang membuang limbah usahanya ke sungai, sehingga terjadi pencemaran
lingkungan. Limbah peternakan yang dihasilkan oleh aktivitas peternakan seperti
feces, urin, sisa pakan, serta air dari pembersihan ternak dan kandang
menimbulkan pencemaran yang memicu protes dari warga sekitar. Baik berupa bau
tidak enak yang menyengat, sampai keluhan gatal-gatal ketika mandi di sungai
yang tercemar limbah peternakan. Dianggap mengganggu karena menjadi sumber
pencemaran lingkungan perlu ditangani
dengan
cara yang tepat sehingga dapat memberi manfaat lain berupa keuntungan ekonomis
dari penanganan tersebut. Penanganan limbah ini diperlukan bukan saja karena
tuntutan akan lingkungan yang nyaman tetapi juga karena pengembangan peternakan
mutlak memperhatikan kualitas lingkungan, sehingga keberadaannya tidak menjadi
masalah bagi masyarakat di sekitarnya.
BAB III
Pembahasan
3.1 Jenis Limbah Usaha Peternakan
Limbah ternak adalah sisa buangan dari suatu kegiatan
usaha peternakan seperti usaha pemeliharaan ternak, rumah potong hewan,
pengolahan produk ternak, dan sebagainya. Limbah tersebut meliputi limbah padat
dan limbah cair seperti feses, urine, sisa makanan, embrio, kulit telur, lemak,
darah, bulu, kuku, tulang, tanduk, isi rumen, dan lain-lain (Sihombing, 2000).
Semakin berkembangnya usaha peternakan, limbah yang dihasilkan semakin
meningkat.
Total
limbah yang dihasilkan peternakan tergantung dari species ternak, besar usaha,
tipe usaha dan lantai kandang. Kotoran sapi yang terdiri dari feces dan urine
merupakan limbah ternak yang terbanyak dihasilkan dan sebagian besar manure
dihasilkan oleh ternak ruminansia seperti sapi, kerbau kambing, dan domba.
Umumnya setiap kilogram susu yang dihasilkan ternak perah menghasilkan 2 kg
limbah padat (feses), dan setiap kilogram daging sapi menghasilkan 25 kg feses
(Sihombing, 2000).
Menurut
Soehadji (1992), limbah peternakan meliputi semua kotoran yang dihasilkan dari
suatu kegiatan usaha peternakan baik berupa limbah padat dan cairan, gas,
maupun sisa pakan. Limbah padat merupakan semua limbah yang berbentuk padatan
atau dalam fase padat (kotoran ternak, ternak yang mati, atau isi perut dari
pemotongan ternak). Limbah cair adalah semua limbah yang berbentuk cairan atau
dalam fase cairan (air seni atau urine, air dari pencucian alat-alat).
Sedangkan limbah gas adalah semua limbah berbentuk gas atau dalam fase gas.
Pencemaran
karena gas metan menyebabkan bau yang tidak enak bagi lingkungan sekitar. Gas
metan (CH4) berasal dari proses pencernaan ternak ruminansia. Gas metan ini
adalah salah satu gas yang bertanggung jawab terhadap pemanasan global
dan
perusakan ozon, dengan laju 1 % per tahun dan terus meningkat. Apppalagi di
Indonesia, emisi metan per unit pakan atau laju konversi metan lebih besar
karena kualitas hijauan pakan yang diberikan rendah. Semakin tinggi jumlah
pemberian pakan kualitas rendah, semakin tinggi produksi metan (Suryahadi dkk.,
2002).
3.2 Peralatan pengelolaan limbah
Peralatan
pengelolaan limbah merupaka suatu alat yang digunakan untuk menunjang
peternakan, perlatan tersebut dapat berupa :
1.
Separator datar /horisontal
Sangat baik
untuk memisahkan fluida produksi yang mempunyai GLR tinggi dan cairan berbusa.
Separator ini dibedakan menjadi dua jenis, yaitu single tube horizontal
seprator dan double tube horizontal separator. Karena bentuknya yang panjang,
separator ini banyak memakan tempat dan sulit dibersihkan, namun demikian
kebanyakan fasilitas pemisahan dilepas pantai menggunakan separator ini dan
untuk fluida produksi yang banyak mengandung pasir, separator ini tidak
menguntungkan. Ditinjau dari segi keuntungan dan kerugian menggunakan separator
Horizontal :
Kelebihannya :
Lebih murah dari separator vertical
Lebih mudah pengiriman bagian-bagiannya
Baik untuk minyak berbuih (foaming)
Lebih ekonomis dan efisien untuk mengolah volume gas yang lebih besar
Lebih luas untuk setting bila terdapat dua fasa cair
Kekurangannya :
Pengontrolan
level cairan lebih rumit daripada separator vertical
Sukar dalam membersihkan Lumpur, pasir, paraffin
Diameter lebih kecil untuk kapasitas gas tertentu
Tiga prinsip yang digunakan untuk
proses pemisahan secara fisika pada gas, liquid atau solid material
adalah momentum, pengendapan gravitasi, dan penggabungan.
Setiap separator dapat menggunakan satu atau lebih dari prinsip-prinsip ini,
tetapi fase fluida harus “larut” dan memiliki density yang berbeda agar pemisahan dapat terjadi.
Setiap separator dapat menggunakan satu atau lebih dari prinsip-prinsip ini,
tetapi fase fluida harus “larut” dan memiliki density yang berbeda agar pemisahan dapat terjadi.
a) Momentum/Tumbukan
Dua fluida dengan density yang berbeda akan memiliki
momentum yang berbeda pula. Jika dua fase aliran berubah arah yang tajam,
maka aliran yang mempunyai momentum lebih besar tidak akan membiarkan
partikel-partikel yang lebih berat untuk berubah secepat mungkin seperti
partikel ringan, sehingga hal ini yang menyebabkan pemisahan dapat terjadi.
b) Pengendapan Gravitasi
Tetesan tetesan air akan keluar dari fase gas jika
gaya gravitasi
yang bekerja pada tetesan, lebih besar daripada drag force
dari gas yang mengalir di sekitar tetesan.
yang bekerja pada tetesan, lebih besar daripada drag force
dari gas yang mengalir di sekitar tetesan.
c) Penggabungan/Coalescing
Tetesan yang sangat kecil seperti fog atau mist tidak
dapat dipisahkan
secara sederhana oleh gravitasi. Tetesan ini dapat digabungkan dengan membentuk tetesan lebih besar sehingga dapat dipisahkan dengan proses gravitasi. Coalescing dervice dalam separator memaksa aliran gas untuk mengikuti alur yang berliku-liku. Wire mesh screens, vane elements, dan filter cartridges adalah contoh-contoh coalescing devices yang sering digunakan.
secara sederhana oleh gravitasi. Tetesan ini dapat digabungkan dengan membentuk tetesan lebih besar sehingga dapat dipisahkan dengan proses gravitasi. Coalescing dervice dalam separator memaksa aliran gas untuk mengikuti alur yang berliku-liku. Wire mesh screens, vane elements, dan filter cartridges adalah contoh-contoh coalescing devices yang sering digunakan.
2.
Pembuatan
tempat Biogas
a)
Cara pembuatan : Bak
Penampungan Sementara
Terbuat dari kotak dengan ukuran 0, 5 m x 0, 5 m
x 0, 5 m bermanfaat untuk tempat mengencerkan kotoran sapi.
b)
Digester
Bangunan
utama dari instalasi biogas yaitu digester. Digester berperan untuk menyimpan
gas metan hasil perombakan bahan bahan organik oleh bakteri. Type digester yang
paling banyak dipakai yaitu jenis continuous feeding di mana pengisian bahan
organiknya dikerjakan dengan cara kontinu tiap-tiap hari. Besar kecilnya
digester bergantung pada kotoran ternak yamg dihasilkan serta banyak biogas
yang di idamkan. Tempat yang dibutuhkan seputar 16 m2. Untuk pembuatan digester
dibutuhkan bahan bangunan seperti semen, pasir, bebatuan, batu bata merah,
besi, cat serta pipa prolon.
c)
Plastik Penampungan Gas
Terbuat
berbahan plastik tidak tipis berupa tabung yang bermanfaat untuk menyimpan gas
methane yang dihasilkan dari digester. Gas metan lalu disalurkan ke kompor gas.
d)
Kompor Gas
Berperan
untuk alat untuk membakar gas metan untuk membuahkan api. Api inilah yang
dipakai untuk memasak.
e)
Bak penampungan Kompos
Bak ini bisa
di buat lewat cara mengali lobang ukuran 2 m x 3 m dengan kedalaman 1 m untuk
tempat penampungan kompos yang dihasilkan dari digester.
langkah – langkah pembuatan biogas :
- Agar Menghasilkan Biogas Kotoran sapi digabung dengan air sampai terbentuk lumpur dengan perbandingan 1 : 1 pada bak penampung sesaat. Pada waktu pengadukan sampah di buang dari bak penampungan. Pengadukan dikerjakan sampai terbentuk lumpur dari kotoran sapi.
- Lumpur dari bak penampungan sesaat lalu di alirkan ke digester. Pada pengisian pertama digester mesti di isi hingga penuh.
- Lakukan menambahkan starter (banyak di jual dipasaran) sejumlah 1 liter serta isi rumen fresh dari rumah potong hewan (RPH) sejumlah 5 karung untuk kemampuan digester 3, 5 – 5, 0 m2. Sesudah digester penuh, kran gas ditutup agar berlangsung sistem fermentasi.
- Gas metan telah mulai di hasilkan pada hari 10 sedang pada hari ke -1 hingga ke – 8 gas yang terbentuk yaitu CO2. Pada komposisi CH4 54% serta CO2 27% maka biogas bakal menyala.
- Pada hari ke -14 gas yang terbentuk bisa dipakai untuk menyalakan api pada kompor gas atau keperluan yang lain. Mulai hari ke-14 ini kita telah dapat membuahkan daya biogas yang senantiasa teranyarkan. Hasil Biogas ini tak berbau seperti bau kotoran sapi.
- Digester selalu di isi lumpur kotoran sapi dengan cara kontinu hingga dihasilkan biogas yang maksimal.
- Kompos yang keluar dari digester di tampung di bak penampungan kompos. Kompos cair di kemas ke dalam deregent sedang bila mau di kemas dalam karung maka kompos mesti di keringkan.
BAB IV
Kesimpulan dan Saran
4.1 kesimpulan
Dalam proses pengembangan usaha
peternakan khususnya dibidang sapi perah, peternak juga harus memperhatikan
bagaimana cara mengolah limbahnya (faeces, urin, dll). Dari pemaparan diatas
terdapat 2 cara pengelolaan limbah sapi perah yaitu dengan menggunakan
separator yang nantinya digunakan untuk pupuk tanaman dan cara lain menggunakan
atau membangun biogas.
4.2 saran
Dalam pemilihan peralatan
pengelolaan limbah yang tepat harus memperhatikan biaya yang sesuai dengan
finansial masyarakat. Biogas merupakan peralatan yang biasanya digunakan oleh
peternak skala kecil menengah dan separator biasanya digunakan oleh peternakan
dalam skala besar.