Rabu, 16 Desember 2015

Makalah Tentang Peralatan Pengolahan Limbah

D
I
S
U
S
U
N
Oleh :

Ari Baehaki
Akhlis Novi Junianto
Fina Siti Nur Latifah
Fatimah Zahrotul Aulia
Yanuar Ramadhan

Dosen Pembimbing :
Sunaryo, S.TP, M.Si


DIPLOMA 3
Agribisnis Sapi Perah
PPPPTK – Pertanian Cianjur dan PT. ULTRAJAYA Trading Company, Tbk serta Politeknik Negeri Jember
Angkatan 2014

Kata pengantar



Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayah – Nya sehingga makalah yang berjudul ‘ Peralatan Pengelolaan Limbah Sapi Perah ‘dapat terselesaikan dengan baik. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada orang tua kami yang telah memberikan dukungan moral dan semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini serta kepada teman – teman penulis yang turut membantu.
Dalam pengerjaan atau penyelesaian makalah ini banyak kesalahan dari segi penulisan maupun perkataan dan sangat jauh dari kata sempurna. Tetapi, penulis berharap makalah ini dapat dijadikan sebuah pembelajaran bagi para pembaca sekalian. Amin.
                                                                                              









8 Desember 2015

Penulis



Daftar Isi



BAB III Pembahasan. 7


Daftar Pustaka





BAB I

Pendahuluan

 

1.1 Latar Belakang

Bangunan kandang merupakan hal yang terpenting dalam prospek pengembangan usaha khususnya di bidang peternakan sapi perah. Kandang sapi perah adalah kandang yang dirancang untuk hidup sapi dalam proses usaha pembibitan dan produksi susu pada periode tertentu, mulai dari pedet, sapi dara dan sapi dewasa secara baik, aman, sehat, dan cukup pergerakan, sehingga sapi dapat hidup secara leluasa produktif dan masa hidupnya lebih panjang.
Kandang sapi perah sebaiknya dirancang agar efektif untuk memenuhi persyaratan kesehatan dan kenyamanan ternak, enak dan nyaman untuk pekerja, efisien untuk tenaga dan alat-alat, pelaksanaannya dapat disesuaikan dengan peraturan kesehatan. Kandang dilengkapi oleh bangunan dan alat-alat lain. Bangunan pelengkap kandang adalah kamar susu dan gudang. Kandang dan alat-alat saling disesuaikan agar penggunaannya efisien.

1.2 Tujuan

1.      Agar mahasiswa dapat mengetahui sistem perkandangan dengan baik dan benar
2.      Agar mahasiswa dapat mengaplikasikannya ke dalam perusahaan peternakan
3.      Mengetahui bagaimanana pengelolaan limbah sapi perah yang baik dan benar.

1.3 Manfaat

1.      Mahasiswa dapat mengetahui sistem perkandangan dengan baik dan benar
2.      Mahasiswa dapat mengaplikasikannya ke dalam perusahaan peternakan
3.      Dapat menggunakan hasil olahan limbah untuk penunjang hijauan tanaman yang ditanam untuk ternak.

BAB II

Tinjauan Pustaka


Usaha peternakan mempunyai prospek untuk dikembangkan karena tingginya permintaan akan produk peternakan. Usaha peternakan juga memberi keuntungan yang cukup tinggi dan menjadi sumber pendapatan bagi banyak masyarakat di perdesaaan di Indonesia. Namun demikian, sebagaimana usaha lainnya, usaha peternakan juga menghasilkan limbah yang dapat menjadi sumber pencemaran. Oleh karena itu, seiring dengan kebijakan otonomi, maka pemgembangan usaha peternakan yang dapat meminimalkan limbah peternakan perlu dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota untuk menjaga kenyamanan permukiman masyarakatnya. Salah satu upaya kearah itu adalah dengan memanfaatkan limbah peternakan sehingga dapat memberi nilai tambah bagi usaha tersebut.
Kebijakan otonomi daerah perlu diantisipasi oleh aparat pemerintah daerah, khususnya di kabupaten/kota yang menjadi ujung tombak pembangunan, sehingga kabupaten/kota dapat berbenah diri dalam menggali segala potensi baik potensi sumber daya alam maupun potensi sumber daya manusia. Dengan demikian potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia yang ada di daerah tersebut dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk kepentingan pembangunan daerah dan kesejahteraan masyarakat.
Kebanyakan masyarakat yang berada di pedesaan semuanya menyatu dengan kegiatan-kegiatan yang ada kaitannya dengan pertanian secara luas kerena memang itulah keahlian mereka yang dapat digunakan untuk mempertahankan kehidupannya. Tidak heran seorang petani selain mengolah sawahnya, mereka juga memelihara ternak misalnya ternak bebek, ayam kampung atau yang sering dikenal ayam buras, ada juga yang memelihara domba, kambing, sapi ataupun kerbau. Dalam keterbatasan yang dilematis diperlukan jalan keluar yang bijaksana dengan membangun paradigma baru, yaitu sistem pertanian yang berwawasan ekologis, ekonomis dan berkesinambungan, ini sering juga disebut sustainable mix farming atau mix farming.
         Sistem mix-Farming, ini diarahkan pada upaya memperpanjang siklus biologis dengan mengoptimalkan pemanfaatan hasil samping pertanian dan peternakan atau hasil ikutannya, dimana setiap mata rantai siklus menghasilkan produk baru yang memiliki nilai ekonomi tinggi, sehingga dengan sistem ini diharapkan pemberdayaan dan pemanfaatan lahan marginal di seluruh daerah (kabupaten/kota) dapat lebih dioptimalkan. Hal tersebut dimaksudkan untuk mendukung kebijakan pemerintah dalam hal kecukupan pangan dengan cara mengembangkan sistem pertanian yang terintegrasi misalnya tanaman pangan pakan dan ternak, juga dapat memanfaatkan hasil samping atau hasil ikutan peternakan seperti kompos (manure), dimana dapat digunakan sebagai bahan baku pupuk organik dan limbah pertaniannya dapat dipakai sebagai pakan ternak.
Sehubungan hal tersebut di atas konsep pertanian masa depan harus dirumuskan secara komprehenship, dimana dapat mengantisipasi berbagai tantangan, seperti pasar global dan otonomi daerah, salah satu model yang dapat mengantisipasi tantangan pasar global adalah pengembangan sistem pertanian yang berkelanjutan (sustainable mixed –farming) dengan berbagai industri peternakan. Bagi masyarakat pedesaan ternak-ternak seperti kerbau, sapi potong, sapi perah, kambing, domba, itik, bebek ataupun ayam buras memilki peranan strategis karena ternak-ternak tersebut dapat digunakan sebagai tabungan hidup, sumber tenaga kerja bagi ternak kerbau dan sapi potong. Ternak juga dapat dipakai sebagai penghasil pupuk organik dimana sangat baik untuk meningkatkan produksi pertanian, selain itu ternak juga dapat dijadikan dalam meningkatkan status sosial.
            Dalam presfektif ekonomi makro, peternakan merupakan sumber pangan yang berkualitas, misalnya daging ataupun susu merupakan bahan baku industri pengolahan pangan, di mana dapat menghasilkan abon, dendeng, bakso, sosis, keju, mentega ataupun krim dan juga dapat menghasilkan kerajinan-kerajinan kulit tanduk ataupun tulang. Jadi dari semua kegiatan-kegiatan yang ada kaitannya dengan pertanian dan peternakan dapat menciptakan lapangan kerja. Pembangunan pertanian dalam konteks otonomi daerah yang disesuaikan dengan permintaan pasar global sehingga pengembangan sistem pertanian terpadu sangatlah menjanjikan, meskipun tetap harus memperhatikan aspek agro ekosistem wilayah dan sosio kultur masyarakatnya (Sofyadi, 2005).
Selama ini banyak keluhan masyarakat akan dampak buruk dari kegiatan usaha peternakan karena sebagian besar peternak mengabaikan penanganan limbah dari usahanya, bahkan ada yang membuang limbah usahanya ke sungai, sehingga terjadi pencemaran lingkungan. Limbah peternakan yang dihasilkan oleh aktivitas peternakan seperti feces, urin, sisa pakan, serta air dari pembersihan ternak dan kandang menimbulkan pencemaran yang memicu protes dari warga sekitar. Baik berupa bau tidak enak yang menyengat, sampai keluhan gatal-gatal ketika mandi di sungai yang tercemar limbah peternakan. Dianggap mengganggu karena menjadi sumber pencemaran lingkungan perlu ditangani
dengan cara yang tepat sehingga dapat memberi manfaat lain berupa keuntungan ekonomis dari penanganan tersebut. Penanganan limbah ini diperlukan bukan saja karena tuntutan akan lingkungan yang nyaman tetapi juga karena pengembangan peternakan mutlak memperhatikan kualitas lingkungan, sehingga keberadaannya tidak menjadi masalah bagi masyarakat di sekitarnya.



BAB III

Pembahasan


3.1 Jenis Limbah Usaha Peternakan

Limbah ternak adalah sisa buangan dari suatu kegiatan usaha peternakan seperti usaha pemeliharaan ternak, rumah potong hewan, pengolahan produk ternak, dan sebagainya. Limbah tersebut meliputi limbah padat dan limbah cair seperti feses, urine, sisa makanan, embrio, kulit telur, lemak, darah, bulu, kuku, tulang, tanduk, isi rumen, dan lain-lain (Sihombing, 2000). Semakin berkembangnya usaha peternakan, limbah yang dihasilkan semakin meningkat.
Total limbah yang dihasilkan peternakan tergantung dari species ternak, besar usaha, tipe usaha dan lantai kandang. Kotoran sapi yang terdiri dari feces dan urine merupakan limbah ternak yang terbanyak dihasilkan dan sebagian besar manure dihasilkan oleh ternak ruminansia seperti sapi, kerbau kambing, dan domba. Umumnya setiap kilogram susu yang dihasilkan ternak perah menghasilkan 2 kg limbah padat (feses), dan setiap kilogram daging sapi menghasilkan 25 kg feses (Sihombing, 2000).
Menurut Soehadji (1992), limbah peternakan meliputi semua kotoran yang dihasilkan dari suatu kegiatan usaha peternakan baik berupa limbah padat dan cairan, gas, maupun sisa pakan. Limbah padat merupakan semua limbah yang berbentuk padatan atau dalam fase padat (kotoran ternak, ternak yang mati, atau isi perut dari pemotongan ternak). Limbah cair adalah semua limbah yang berbentuk cairan atau dalam fase cairan (air seni atau urine, air dari pencucian alat-alat). Sedangkan limbah gas adalah semua limbah berbentuk gas atau dalam fase gas.
Pencemaran karena gas metan menyebabkan bau yang tidak enak bagi lingkungan sekitar. Gas metan (CH4) berasal dari proses pencernaan ternak ruminansia. Gas metan ini adalah salah satu gas yang bertanggung jawab terhadap pemanasan global
dan perusakan ozon, dengan laju 1 % per tahun dan terus meningkat. Apppalagi di Indonesia, emisi metan per unit pakan atau laju konversi metan lebih besar karena kualitas hijauan pakan yang diberikan rendah. Semakin tinggi jumlah pemberian pakan kualitas rendah, semakin tinggi produksi metan (Suryahadi dkk., 2002).

3.2 Peralatan pengelolaan limbah

Peralatan pengelolaan limbah merupaka suatu alat yang digunakan untuk menunjang peternakan, perlatan tersebut dapat berupa :

1.      Separator datar /horisontal
Sangat baik untuk memisahkan fluida produksi yang mempunyai GLR tinggi dan cairan berbusa. Separator ini dibedakan menjadi dua jenis, yaitu single tube horizontal seprator dan double tube horizontal separator. Karena bentuknya yang panjang, separator ini banyak memakan tempat dan sulit dibersihkan, namun demikian kebanyakan fasilitas pemisahan dilepas pantai menggunakan separator ini dan untuk fluida produksi yang banyak mengandung pasir, separator ini tidak menguntungkan. Ditinjau dari segi keuntungan dan kerugian menggunakan separator Horizontal :

Kelebihannya :
         Lebih murah dari separator vertical
         Lebih mudah pengiriman bagian-bagiannya
         Baik untuk minyak berbuih (foaming)
         Lebih ekonomis dan efisien untuk mengolah volume gas yang lebih besar
         Lebih luas untuk setting bila terdapat dua fasa cair

Kekurangannya :
         Pengontrolan level cairan lebih rumit daripada separator vertical
         Sukar dalam membersihkan Lumpur, pasir, paraffin
         Diameter lebih kecil untuk kapasitas gas tertentu

Tiga prinsip yang digunakan untuk proses pemisahan secara fisika pada gas, liquid atau solid material adalah momentum, pengendapan gravitasi, dan penggabungan.
Setiap separator dapat menggunakan satu atau lebih dari prinsip-prinsip ini,
tetapi fase fluida harus “larut” dan memiliki density yang berbeda agar pemisahan dapat terjadi.




a)      Momentum/Tumbukan
Dua fluida dengan density yang berbeda akan memiliki momentum yang berbeda pula. Jika dua fase aliran berubah arah yang tajam, maka aliran yang mempunyai momentum lebih besar tidak akan membiarkan partikel-partikel yang lebih berat untuk berubah secepat mungkin seperti partikel ringan, sehingga hal ini yang menyebabkan pemisahan dapat terjadi.
b)      Pengendapan Gravitasi
Tetesan tetesan air akan keluar dari fase gas jika gaya gravitasi
yang bekerja pada tetesan, lebih besar daripada drag force
dari gas yang mengalir di sekitar tetesan.
c)      Penggabungan/Coalescing
Tetesan yang sangat kecil seperti fog atau mist tidak dapat dipisahkan
secara sederhana oleh gravitasi. Tetesan ini dapat digabungkan dengan membentuk tetesan lebih besar  sehingga dapat dipisahkan dengan proses   gravitasi. Coalescing dervice dalam separator memaksa aliran gas untuk mengikuti alur yang berliku-liku. Wire mesh screens, vane elements, dan filter cartridges adalah contoh-contoh coalescing devices yang sering digunakan.
 

 
 
 





2.      Pembuatan tempat Biogas

a)      Cara pembuatan : Bak Penampungan Sementara
Terbuat dari kotak dengan ukuran 0, 5 m x 0, 5 m x 0, 5 m bermanfaat untuk tempat mengencerkan kotoran sapi.
b)      Digester
Bangunan utama dari instalasi biogas yaitu digester. Digester berperan untuk menyimpan gas metan hasil perombakan bahan bahan organik oleh bakteri. Type digester yang paling banyak dipakai yaitu jenis continuous feeding di mana pengisian bahan organiknya dikerjakan dengan cara kontinu tiap-tiap hari. Besar kecilnya digester bergantung pada kotoran ternak yamg dihasilkan serta banyak biogas yang di idamkan. Tempat yang dibutuhkan seputar 16 m2. Untuk pembuatan digester dibutuhkan bahan bangunan seperti semen, pasir, bebatuan, batu bata merah, besi, cat serta pipa prolon.

c)      Plastik Penampungan Gas
Terbuat berbahan plastik tidak tipis berupa tabung yang bermanfaat untuk menyimpan gas methane yang dihasilkan dari digester. Gas metan lalu disalurkan ke kompor gas.
d)      Kompor Gas
Berperan untuk alat untuk membakar gas metan untuk membuahkan api. Api inilah yang dipakai untuk memasak.
e)      Bak penampungan Kompos
Bak ini bisa di buat lewat cara mengali lobang ukuran 2 m x 3 m dengan kedalaman 1 m untuk tempat penampungan kompos yang dihasilkan dari digester.
langkah – langkah pembuatan biogas :
  1. Agar Menghasilkan Biogas Kotoran sapi digabung dengan air sampai terbentuk lumpur dengan perbandingan 1 : 1 pada bak penampung sesaat. Pada waktu pengadukan sampah di buang dari bak penampungan. Pengadukan dikerjakan sampai terbentuk lumpur dari kotoran sapi.
  2. Lumpur dari bak penampungan sesaat lalu di alirkan ke digester. Pada pengisian pertama digester mesti di isi hingga penuh.
  1. Lakukan menambahkan starter (banyak di jual dipasaran) sejumlah 1 liter serta isi rumen fresh dari rumah potong hewan (RPH) sejumlah 5 karung untuk kemampuan digester 3, 5 – 5, 0 m2. Sesudah digester penuh, kran gas ditutup agar berlangsung sistem fermentasi.
  1. Gas metan telah mulai di hasilkan pada hari 10 sedang pada hari ke -1 hingga ke – 8 gas yang terbentuk yaitu CO2. Pada komposisi CH4 54% serta CO2 27% maka biogas bakal menyala.
  2. Pada hari ke -14 gas yang terbentuk bisa dipakai untuk menyalakan api pada kompor gas atau keperluan yang lain. Mulai hari ke-14 ini kita telah dapat membuahkan daya biogas yang senantiasa teranyarkan. Hasil Biogas ini tak berbau seperti bau kotoran sapi.
  3. Digester selalu di isi lumpur kotoran sapi dengan cara kontinu hingga dihasilkan biogas yang maksimal.
  4. Kompos yang keluar dari digester di tampung di bak penampungan kompos. Kompos cair di kemas ke dalam deregent sedang bila mau di kemas dalam karung maka kompos mesti di keringkan.



BAB IV

Kesimpulan dan Saran



4.1 kesimpulan

Dalam proses pengembangan usaha peternakan khususnya dibidang sapi perah, peternak juga harus memperhatikan bagaimana cara mengolah limbahnya (faeces, urin, dll). Dari pemaparan diatas terdapat 2 cara pengelolaan limbah sapi perah yaitu dengan menggunakan separator yang nantinya digunakan untuk pupuk tanaman dan cara lain menggunakan atau membangun biogas.


4.2 saran

Dalam pemilihan peralatan pengelolaan limbah yang tepat harus memperhatikan biaya yang sesuai dengan finansial masyarakat. Biogas merupakan peralatan yang biasanya digunakan oleh peternak skala kecil menengah dan separator biasanya digunakan oleh peternakan dalam skala besar.



Daftar Pustaka